Selain dua laga uji coba melawan Cirebon Selection dan Cianjur Selection, 26 Juni dan 3 Juli 2010 mendatang, tim pelatih Persib Bandung pun tengah menjajaki kemungkinan melakukan pertandingan uji coba dengan tim yang berkualitas, minimal anggota Divisi Utama.
Namun rencana tersebut baru sebatas akan diusulkan tim pelatih ke manajemen klub.
Menurut asisten pelatih Persib, Yusuf Bachtiar, pertandingan uji coba dengan tim Divisi Utama ini dirasakan perlu lantaran dua laga di Cirebon dan Cianjur lebih bersifat ekshibisi yang hasilnya dipastikan tidak akan maksimal. Dikatakan Yusuf, tidak akan maksimalnya dua pertandingan ini karena biasanya pertandingan di daerah bakal terganggu penonton yang membeludak hingga ke pinggir lapangan.
"Pertandingan uji coba di daerah-daerah hasilnya tidak akan maksimal. Sebab pasti akan terganggu penonton yang masuk ke lapangan. Makanya kami akan mengajukan pertandingan uji coba dengan tim yang lebih berkualitas, minimal tim dari Divisi Utama," katanya usai sesi latihan pagi di Stadion Siliwangi Bandung, Rabu (23/6).
Kendati demikian, Yusuf belum bisa menyebutkan calon lawan dan waktu untuk pertandingan uji coba dengan tim Divisi Utama itu. Tapi mantan gelandang Persib ini memperkirakan, pertandingan uji coba tersebut akan dilakukan menjelang babak 8 Besar Piala Indonesia 2010, 15 Juli mendatang.
"Kita harus beruji tanding dengan tim yang kualitasnya tidak jauh berbeda. Soal calon lawannya, kita serahkan ke manajemen," ujarnya
Source: GM
Rabu, 23 Juni 2010
Senin, 21 Juni 2010
Pemain Menerima Janackovic
Para pemain Persib dan Asisten Pelatih Yusuf Bachtiar bisa menerima pelatih baru asal Prancis, Daniel Darko Janackovic karena hal itu sudah menjadi keputusan konsorsium. "Namun, jika dia terlalu banyak memerintah ini dan itu serta melakukan perubahan besar terhadap tim, lebih baik saya yang mundur," ujar Yusuf Bachtiar seusai latihan di Stadion Persib Jln. A. Yani, Kota Bandung, Sabtu (19/6) pagi. Menurut dia, jika Daniel melakukan perubahan besar, berarti Persib mulai dari nol lagi. Sementara, Persib harus segera tampil pada Piala Indonesia dan ditargetkan menjadi juara. "Saya pikir waktu yang diberikan konsorsium kepada Daniel untuk melatih Persib terlalu pendek. Idealnya, seorang pelatih diberi waktu sekitar tiga bulan untuk menangani satu tim. Apalagi, dia baru pertama kali datang ke Indonesia," katanya. Yusuf akan lebih setuju jika konsorsium menunjuk pelatih asing yang sudah mengenal karakter pemain Indonesia, khususnya pemain Persib, seperti Rene Albert atau Jacksen F. Tiago. "Akan tetapi, karena konsorsium sudah memutuskannya, kami harus bisa menerimanya. Mudah-mudahan saja dia (Daniel) cepat beradaptasi dengan Persib," ucapnya. Ditambahkan, bukan pertama kalinya Persib ditangani pelatih asing. Sebelumnya, ada Marek Andreiz Sledzianowski (Polandia), Juan Antonio Paez (Cile), Arcan Iurie Anatolievici (Moldova). Yusuf berharap Daniel bisa lebih baik dari para pendahulunya. Hal senada diungkapkan Nova Arianto. Sebagai pemain profesional, ia dan rekan-rekan bisa menerima penunjukan Daniel sebagai pelatih baru Persib. "Saya pribadi tidak terlalu mengenal dia. Akan tetapi, selama kehadirannya untuk kemajuan Persib, saya akan dukung sepenuhnya," katanya. Sementara itu, Sabtu kemarin adalah hari terakhir latihan fisik bagi para pemain Persib. Setelah seminggu latihan fisik, Yusuf mengaku cukup puas dengan kondisi fisik para pemainnya. "Mulai Senin (21/6), latihan akan ditekankan kepada teknik dan taktik. Setelah itu ke strategi. Saya berharap pelatih baru akan fokus ke taktik dan strategi terutama saat bertanding pada Piala Indonesia nanti," tuturnya. Mengenai persaingan pada Piala Indonesia, menurut Yusuf, akan sangat ketat karena peserta babak "8 Besar" adalah tim-tim terbaik di Indonesia. Babak "8 besar" Piala Indonesia yang rencananya digelar pada 15-26 Juli diikuti Persipura Jayapura, Persib Bandung, Persebaya Surabaya, Arema Malang, Pelita Jaya, Persik Kediri, Persija Jakarta, dan Sriwijaya FC. Format turnamen menggunakan sistem home and away, tidak seperti babak "16 Besar" yang menggunakan sistem home tournament. Pengundian babak "8 besar" rencananya di Jakarta pada 1 Juli mendatang.
Jumat, 18 Juni 2010
Klasemen LSI 2010
No | Kesebelasan | Main | M | S | K | M-K | Nilai |
1 | Arema | 34 | 23 | 4 | 7 | 57-22 | 73 |
2 | Persipura | 34 | 18 | 13 | 3 | 62-32 | 67 |
3 | Persiba | 34 | 15 | 9 | 10 | 44-31 | 54 |
4 | PERSIB | 34 | 16 | 5 | 13 | 50-36 | 53 |
5 | Persija | 34 | 14 | 10 | 10 | 41-36 | 52 |
6 | Persiwa | 34 | 15 | 5 | 14 | 57-56 | 50 |
7 | PSPS | 34 | 14 | 7 | 13 | 43-37 | 49 |
8 | SriwijayaFC | 34 | 14 | 6 | 14 | 48-49 | 48 |
9 | Persijap | 34 | 13 | 7 | 14 | 40-45 | 46 |
10 | Persema | 34 | 13 | 6 | 15 | 43-52 | 45 |
11 | Bontang FC | 34 | 12 | 8 | 14 | 53-55 | 44 |
12 | Persisam | 34 | 12 | 8 | 14 | 38-41 | 44 |
13 | PSM | 34 | 12 | 7 | 15 | 31-46 | 43 |
14 | Persela | 34 | 12 | 6 | 16 | 45-55 | 42 |
15 | PelitaJaya | 34 | 10 | 9 | 15 | 42-53 | 39 |
16 | Persebaya | 33 | 10 | 6 | 17 | 42-55 | 36 |
17 | Persik | 33 | 9 | 9 | 15 | 38-55 | 36 |
18 | Persitara | 34 | 7 | 7 | 20 | 36-57 | 28 |
Kamis, 17 Juni 2010
Top Skor LSI 2010
FRANCISCO ALDO BARRETO MIRANDA ( BONTANG FC ) 19 Gol
ALBERTO GONCALVES DA COSTA ( PERSIPURA ) 18 Gol
CHRISTIAN GONZALES ( PERSIB ) 18 Gol
BOAZ T. ERWIN SALOSSA ( PERSIPURA ) 17 Gol
ERICK WEEKS LEWIS ( PERSIWA ) 17 Gol
M. ISNAINI ( PSPS ) 15 Gol
JULIO GABRIEL LOPEZ VENEGAS ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 14 Gol
EDDIE FODAY BOAKAY ( PERSIWA ) 13 Gol
MOHD. NOH ALAM SHAH BIN KAMAREZAMAN ( AREMA ) 8 Gol
KEITH JEROME KAYAMBA GUMBS ( SRIWIJAYA FC ) 11 Gol
KENJI ADACHIHARA ( BONTANG FC ) 11 Gol
HILTON MORIERA ( PERSIB ) 10 Gol
HERMAN DZUMAFO EPANDI ( PSPS ) 10 Gol
ANDI ODDANG ( PERSEBAYA ) 8 Gol
< HERMAN DZUMAFO EPANDI ( PSPS ) 6 Gol
EDDIE FODAY BOAKAY ( PERSIWA ) 6 Gol
EDISON PIETER ROMAROPEN ( PERSIWA ) 6 Gol
KORINUS FINKREUW ( PERSEBAYA ) 5 Gol
LEONARDO "ZADA" MARTINS DINELLI ( PERSELA ) 4 Gol
SAKTIAWAN SINAGA ( PERSIK ) 4 Gol
CRISTIAN EDUARDO CARRASCO GONZALES ( PSM ) 4 Gol
EKA RAMDANI( PERSIB ) 4 Gol
NOOR HADI ( PERSIJAP ) 3 Gol
AIRLANGGA ( PERSIB ) 3 Gol
SOCHAM NUTNUM ( PERSIB ) 3 Gol
NOVA ARIYANTO ( PERSIB ) 3 Gol
BUDI SUDARSONO ( PERSIB ) 2 Gol
ATEP ( PERSIB ) 2 Gol
ROBERT MARK GASPAR ( PERSEMA ) 2 Gol
JOSH JAMES MAGUIRE ( PERSEBAYA ) 2 Gol
RONALD DAIAN FAGUNDEZ OLIVERA ( PERSISAM ) 2 Gol
JOHAN YOGA UTAMA ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 2 Gol
CUCU HIDAYAT ( PERSIB ) 1 Gol
CHRISTIAN RENE ( PERSIB ) 1 Gol
FERY ARIAWAN ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 1 Gol
ANDERSON DA SILVA ( PERSEBAYA ) 1 Gol
FIRMAN UTINA ( PELITA JAYA ) 1 Gol
MOCH. FAHKRUDIN ( AREMA ) 1 Gol
ROBERTINO GABRIEL PUGLIARA ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 1 Gol
ZAH RAHAN KRANGAR ( SRIWIJAYA FC ) 1 Gol
HANDI HAMZAH ( PSM ) 1 Gol
ALBERTO GONCALVES DA COSTA ( PERSIPURA ) 18 Gol
CHRISTIAN GONZALES ( PERSIB ) 18 Gol
BOAZ T. ERWIN SALOSSA ( PERSIPURA ) 17 Gol
ERICK WEEKS LEWIS ( PERSIWA ) 17 Gol
M. ISNAINI ( PSPS ) 15 Gol
JULIO GABRIEL LOPEZ VENEGAS ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 14 Gol
EDDIE FODAY BOAKAY ( PERSIWA ) 13 Gol
MOHD. NOH ALAM SHAH BIN KAMAREZAMAN ( AREMA ) 8 Gol
KEITH JEROME KAYAMBA GUMBS ( SRIWIJAYA FC ) 11 Gol
KENJI ADACHIHARA ( BONTANG FC ) 11 Gol
HILTON MORIERA ( PERSIB ) 10 Gol
HERMAN DZUMAFO EPANDI ( PSPS ) 10 Gol
ANDI ODDANG ( PERSEBAYA ) 8 Gol
< HERMAN DZUMAFO EPANDI ( PSPS ) 6 Gol
EDDIE FODAY BOAKAY ( PERSIWA ) 6 Gol
EDISON PIETER ROMAROPEN ( PERSIWA ) 6 Gol
KORINUS FINKREUW ( PERSEBAYA ) 5 Gol
LEONARDO "ZADA" MARTINS DINELLI ( PERSELA ) 4 Gol
SAKTIAWAN SINAGA ( PERSIK ) 4 Gol
CRISTIAN EDUARDO CARRASCO GONZALES ( PSM ) 4 Gol
EKA RAMDANI( PERSIB ) 4 Gol
NOOR HADI ( PERSIJAP ) 3 Gol
AIRLANGGA ( PERSIB ) 3 Gol
SOCHAM NUTNUM ( PERSIB ) 3 Gol
NOVA ARIYANTO ( PERSIB ) 3 Gol
BUDI SUDARSONO ( PERSIB ) 2 Gol
ATEP ( PERSIB ) 2 Gol
ROBERT MARK GASPAR ( PERSEMA ) 2 Gol
JOSH JAMES MAGUIRE ( PERSEBAYA ) 2 Gol
JOHAN YOGA UTAMA ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 2 Gol
CUCU HIDAYAT ( PERSIB ) 1 Gol
CHRISTIAN RENE ( PERSIB ) 1 Gol
FERY ARIAWAN ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 1 Gol
ANDERSON DA SILVA ( PERSEBAYA ) 1 Gol
FIRMAN UTINA ( PELITA JAYA ) 1 Gol
MOCH. FAHKRUDIN ( AREMA ) 1 Gol
ROBERTINO GABRIEL PUGLIARA ( PERSIBA BALIKPAPAN ) 1 Gol
ZAH RAHAN KRANGAR ( SRIWIJAYA FC ) 1 Gol
HANDI HAMZAH ( PSM ) 1 Gol
http://www.vikingpersib.net/index.php?topic=262
Asal-Usul Harimau (Maung) Siliwangi
Seperti diketahui, Pajajaran merupakan kerajaan hindu terbesar di Jawa Barat. Tidak begitu jelas siapa pendiri dan kapan berdirinya. Namun lokasinya diketahui di Bogor sekarang. Raja-raja yang pernah berkuasa diantaranya, adalah: Prabu Lingga Raja Kencana, Prabu Wastu Kencana, dan Prabu Siliwangi.
Di antara raja-raja tersebut yang paling termashyur adalah Prabu Siliwangi. Raja yang terkenal amat bijaksana ini beristrikan putri bernama Dewi Kumalawangi. Dari rahim istrinya ini lahirlah tiga orang putra, yaitu: Raden Walangsungsang, Dewi Rarasantang dan Raden Kiansantang.
Raden Kiansantang lahir di Pajajaran tahun 1315. Dia adalah seorang pemuda yang sangat cakap. Tidaklah heran jika pada usianya yang masih muda Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor kedua.
Konon, raden Kiansantang juga sakti mandraguna. Tubuhnya kebal, tak bisa dilukai senjata jenis apapun. Auranya memancarkan wibawa seorang ksatria, dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.
Diriwayatkan, prabu Kiansantang telah menjelajahi seluruh tanah Pasundan. Tapi, seumur hidupnya dia belum pernah bertemu dengan orang yang mampu melukai tubuhnya. Padahal ia ingin sekali melihat darahnya sendiri. Maka pada suatu hari, dia memohon kepada ayahnya agar dicarikan lawan yang hebat.
Untuk memenuhi permintaan putranya, Prabu Siliwangi mengumpulkan para ahli nujum. Dia meminta bantuan pada mereka untuk menunjukkan siapa dan dimana orang sakti yang mampu mengalahkan putranya.
Kemudian datang seorang kakek yang bisa menunjukkan orang yang selama ini dicari. Menurut kakek tersebut, orang gagah yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang ada di tanah suci Mekkah, namanya Sayidina Ali.
“Aku ingin bertemu dengannya.” Tukas Raden Kiansantang.
“Untuk bisa bertemu dengannya, ada syarat yang harus raden penuhi,” ujar si kakek.
Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Harus bersemedi dulu di ujung kulon, atau ujung barat Pasundan
2. Harus berganti nama menjadi Galantrang Setra
Dua syarat yang disebutkan tidak menjadi penghalang. Dengan segera Raden Kiansantang memakai nama Galantrang Setra. Setelah itu ia segera pergi ke ujung kulon Pasundan untuk bersemedi.
Pergi Ke Mekkah
Tak dijelaskan dengan apa Galantrang Setra pergi ke Mekkah. Yang pasti sesampainya di Arab beliau langsung mencari Sayidina Ali.
“Anda kenal dengan Sayidina Ali?” Tanya Kiansantang pada seorang lelaki tegap yang kebetulan berpapasan dengannya.
“Kenal sekali,” jawabnya.
“Kalau begitu bisakah kau antar aku kesana?”
“Bisa, asal kau mau mengambilkan tongkatku itu.”
Demi untuk bertemu dengan Ali, Kiansantang menurut untuk mengambil tongkat ya tertancap di pasir. Tapi alangkah terkejutnya ia ketika mencoba mencabut tongkat itu ia tak berhasil, bahkan meski ia mengerahkan segala kesaktiannya dan pori-porinya keluar keringat darah.
Begitu mengetahui Kiansantang tak mampu mencabut tongkatnya, maka pria itu pun menghampiri tongkatnya sambil membaca Bismillah tongkat itu dengan mudah bisa dicabut.
Kiansantang keheranan melihat orang itu dengan mudahnya mencabut tongkat tersebut sedang ia sendiri tak mampu mencabutnya.
“Mantra apa yang kau baca tadi hingga kau begitu mudah mencabut tongkat itu? Bisakah kau mengajarkan mantra itu kepadaku?”
“Tidak Bisa, karena kau bukan orang islam.”
Ketika ia terbengong dengan jawaban pria itu, seorang yang kebetulan lewat di depan mereka menyapa; “Assalamu’alaikum Sayidina Ali.”
Mendengar sapaan itulah kini ia tahu bahwa Sayidina Ali yang ia cari adalah orang yang sedari tadi bersamanya. Begitu menyadari ini maka keinginan Kiansantang untuk mengadu kesaktian musnah seketika. “Bagaimana mungkin aku mampu mengalahkannya sedang mengangkat tongkatnya pun aku tak mampu,” pikirnya.
Singkat cerita akhirnya Kiansantang masuk agama islam. Dan setelah beberapa bulan belajar agama islam ia berniat untuk kembali ke Pajajaran guna membujuk ayahnya untuk juga ikut memeluk agama islam.
Usaha Kiansantang Mengislamkan Ayahnya
Sesampainya di Pajajaran, dia segera menghadap ayahandanya. Dia ceritakan pengalamannya di tanah Mekkah dari mulai bertemu Sayidina Ali hingga masuk islam. Karena itu ia berharap ayahandanya masuk islam juga. Tapi sayangnya ajakan Kiansantang ini tak bersambut dan ayahandanya bersikeras untuk tetap memeluk agama Hindu yang sejak lahir dianutnya.
Betapa kecewanya Kiansantang begitu mendengar jawaban ayahandanya yang menolak mengikuti ajakannya. Untuk itu ia memutuskan kembali ke Mekkah demi memperdalam agama islamnya dengan satu harapan seiring makin pintarnya ia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk islam juga.
Setelah 7 tahun bermukin di Mekkah, Kiansantang pun kembali lagi ke Pajajaran untuk mencoba mengislamkan ayahandanya. Mendengar Kiansantang kembali Prabu Siliwangi yang tetap pada pendiriannya untuk tetap memeluk agama Hindu itu tentu saja merasa gusar. Maka dari itu, ketika Kiansantang sedang dalam perjalanan menuju istana, dengan kesaktiannya prabu Siliwangi menyulap keraton Pajajaran menjadi hutan rimba.
Bukan main kagetnya Kiansantang setelah sampai di wilayah keraton pajajaran tidak mendapati keraton itu dan yang terlihat malah hutan belantara, padahal dia yakin dan tidak mungkin keliru, disanalah keraton Pajajaran berdiri.
Dan akhirnya setelah mencari kesana kemari ia menemukan ayahandanya dan para pengawalnya keluar dari hutan.
Dengan segala hormat, dia bertanya pada ayahandanya, “Wahai ayahanda, mengapa ayahanda tinggal di hutan? Padahal ayahanda seorang raja. Apakah pantas seorang raja tinggal di hutan? Lebih baik kita kembali ke keraton. Ananda ingin ayahanda memeluk agama islam.”
Prabu Siliwangi tidak menjawab pertanyaan putranya, malah ia balik bertanya, “Wahai ananda, lantas apa yang pantas tinggal di hutan?”
“Yang pantas tinggal di hutan adalah harimau.” Jawab Kiansantang
Konon, tiba-tiba prabu Siliwangi beserta pengikutnya berubah wujud menjadi harimau. Kiansantang menyesali dirinya telah mengucapkan kata harimau hingga ayahanda dan pengikutnya berubah wujud menjadi harimau.
Maka dari itu, meski telah berubah menjadi harimau, namun Kiansantang masih saja terus membujuk mereka untuk memeluk agama islam.
Namun rupanya harimau-harimau itu tidak mau menghiraukan ajakannya. Mereka lari ke daerah selatan, yang kini masuk wilayah Garut. Kiansantang berusaha mengejarnya dan menghadang lari mereka. Dia ingin sekali lagi membujuk mereka. Sayang usahanya gagal. Mereka tak mau lagi diajak bicara dan masuk ke dalam goa yang kini terkenal dengan nama goa Sancang, yang terletak di Leuweung Sancang, di kabupaten Garut.
.
.
.
Epilog
Mengenai tokoh yang disebutkan sebagai Sayidina Ali dalam cerita ini, memang sedikit kontroversial. Mengingat tarikh kejadian, apakah mungkin yang dimaksud sayidina Ali disini adalah Ali Bin Abi Tholib, ataukah yang dimaksud adalah tokoh sayidina Ali yang lain, mengingat tahun kejadian yang terpaut jauh dengan masa kehidupan Ali Bin Abi Tholib.
Seperti diketahui, Pajajaran merupakan kerajaan hindu terbesar di Jawa Barat. Tidak begitu jelas siapa pendiri dan kapan berdirinya. Namun lokasinya diketahui di Bogor sekarang. Raja-raja yang pernah berkuasa diantaranya, adalah: Prabu Lingga Raja Kencana, Prabu Wastu Kencana, dan Prabu Siliwangi.
Di antara raja-raja tersebut yang paling termashyur adalah Prabu Siliwangi. Raja yang terkenal amat bijaksana ini beristrikan putri bernama Dewi Kumalawangi. Dari rahim istrinya ini lahirlah tiga orang putra, yaitu: Raden Walangsungsang, Dewi Rarasantang dan Raden Kiansantang.
Raden Kiansantang lahir di Pajajaran tahun 1315. Dia adalah seorang pemuda yang sangat cakap. Tidaklah heran jika pada usianya yang masih muda Kiansantang diangkat menjadi Dalem Bogor kedua.
Konon, raden Kiansantang juga sakti mandraguna. Tubuhnya kebal, tak bisa dilukai senjata jenis apapun. Auranya memancarkan wibawa seorang ksatria, dan sorot matanya menggetarkan hati lawan.
Diriwayatkan, prabu Kiansantang telah menjelajahi seluruh tanah Pasundan. Tapi, seumur hidupnya dia belum pernah bertemu dengan orang yang mampu melukai tubuhnya. Padahal ia ingin sekali melihat darahnya sendiri. Maka pada suatu hari, dia memohon kepada ayahnya agar dicarikan lawan yang hebat.
Untuk memenuhi permintaan putranya, Prabu Siliwangi mengumpulkan para ahli nujum. Dia meminta bantuan pada mereka untuk menunjukkan siapa dan dimana orang sakti yang mampu mengalahkan putranya.
Kemudian datang seorang kakek yang bisa menunjukkan orang yang selama ini dicari. Menurut kakek tersebut, orang gagah yang bisa mengalahkan Raden Kiansantang ada di tanah suci Mekkah, namanya Sayidina Ali.
“Aku ingin bertemu dengannya.” Tukas Raden Kiansantang.
“Untuk bisa bertemu dengannya, ada syarat yang harus raden penuhi,” ujar si kakek.
Syarat-syarat tersebut adalah:
1. Harus bersemedi dulu di ujung kulon, atau ujung barat Pasundan
2. Harus berganti nama menjadi Galantrang Setra
Dua syarat yang disebutkan tidak menjadi penghalang. Dengan segera Raden Kiansantang memakai nama Galantrang Setra. Setelah itu ia segera pergi ke ujung kulon Pasundan untuk bersemedi.
Pergi Ke Mekkah
Tak dijelaskan dengan apa Galantrang Setra pergi ke Mekkah. Yang pasti sesampainya di Arab beliau langsung mencari Sayidina Ali.
“Anda kenal dengan Sayidina Ali?” Tanya Kiansantang pada seorang lelaki tegap yang kebetulan berpapasan dengannya.
“Kenal sekali,” jawabnya.
“Kalau begitu bisakah kau antar aku kesana?”
“Bisa, asal kau mau mengambilkan tongkatku itu.”
Demi untuk bertemu dengan Ali, Kiansantang menurut untuk mengambil tongkat ya tertancap di pasir. Tapi alangkah terkejutnya ia ketika mencoba mencabut tongkat itu ia tak berhasil, bahkan meski ia mengerahkan segala kesaktiannya dan pori-porinya keluar keringat darah.
Begitu mengetahui Kiansantang tak mampu mencabut tongkatnya, maka pria itu pun menghampiri tongkatnya sambil membaca Bismillah tongkat itu dengan mudah bisa dicabut.
Kiansantang keheranan melihat orang itu dengan mudahnya mencabut tongkat tersebut sedang ia sendiri tak mampu mencabutnya.
“Mantra apa yang kau baca tadi hingga kau begitu mudah mencabut tongkat itu? Bisakah kau mengajarkan mantra itu kepadaku?”
“Tidak Bisa, karena kau bukan orang islam.”
Ketika ia terbengong dengan jawaban pria itu, seorang yang kebetulan lewat di depan mereka menyapa; “Assalamu’alaikum Sayidina Ali.”
Mendengar sapaan itulah kini ia tahu bahwa Sayidina Ali yang ia cari adalah orang yang sedari tadi bersamanya. Begitu menyadari ini maka keinginan Kiansantang untuk mengadu kesaktian musnah seketika. “Bagaimana mungkin aku mampu mengalahkannya sedang mengangkat tongkatnya pun aku tak mampu,” pikirnya.
Singkat cerita akhirnya Kiansantang masuk agama islam. Dan setelah beberapa bulan belajar agama islam ia berniat untuk kembali ke Pajajaran guna membujuk ayahnya untuk juga ikut memeluk agama islam.
Usaha Kiansantang Mengislamkan Ayahnya
Sesampainya di Pajajaran, dia segera menghadap ayahandanya. Dia ceritakan pengalamannya di tanah Mekkah dari mulai bertemu Sayidina Ali hingga masuk islam. Karena itu ia berharap ayahandanya masuk islam juga. Tapi sayangnya ajakan Kiansantang ini tak bersambut dan ayahandanya bersikeras untuk tetap memeluk agama Hindu yang sejak lahir dianutnya.
Betapa kecewanya Kiansantang begitu mendengar jawaban ayahandanya yang menolak mengikuti ajakannya. Untuk itu ia memutuskan kembali ke Mekkah demi memperdalam agama islamnya dengan satu harapan seiring makin pintarnya ia berdakwah mungkin ayahnya akan terbujuk masuk islam juga.
Setelah 7 tahun bermukin di Mekkah, Kiansantang pun kembali lagi ke Pajajaran untuk mencoba mengislamkan ayahandanya. Mendengar Kiansantang kembali Prabu Siliwangi yang tetap pada pendiriannya untuk tetap memeluk agama Hindu itu tentu saja merasa gusar. Maka dari itu, ketika Kiansantang sedang dalam perjalanan menuju istana, dengan kesaktiannya prabu Siliwangi menyulap keraton Pajajaran menjadi hutan rimba.
Bukan main kagetnya Kiansantang setelah sampai di wilayah keraton pajajaran tidak mendapati keraton itu dan yang terlihat malah hutan belantara, padahal dia yakin dan tidak mungkin keliru, disanalah keraton Pajajaran berdiri.
Dan akhirnya setelah mencari kesana kemari ia menemukan ayahandanya dan para pengawalnya keluar dari hutan.
Dengan segala hormat, dia bertanya pada ayahandanya, “Wahai ayahanda, mengapa ayahanda tinggal di hutan? Padahal ayahanda seorang raja. Apakah pantas seorang raja tinggal di hutan? Lebih baik kita kembali ke keraton. Ananda ingin ayahanda memeluk agama islam.”
Prabu Siliwangi tidak menjawab pertanyaan putranya, malah ia balik bertanya, “Wahai ananda, lantas apa yang pantas tinggal di hutan?”
“Yang pantas tinggal di hutan adalah harimau.” Jawab Kiansantang
Konon, tiba-tiba prabu Siliwangi beserta pengikutnya berubah wujud menjadi harimau. Kiansantang menyesali dirinya telah mengucapkan kata harimau hingga ayahanda dan pengikutnya berubah wujud menjadi harimau.
Maka dari itu, meski telah berubah menjadi harimau, namun Kiansantang masih saja terus membujuk mereka untuk memeluk agama islam.
Namun rupanya harimau-harimau itu tidak mau menghiraukan ajakannya. Mereka lari ke daerah selatan, yang kini masuk wilayah Garut. Kiansantang berusaha mengejarnya dan menghadang lari mereka. Dia ingin sekali lagi membujuk mereka. Sayang usahanya gagal. Mereka tak mau lagi diajak bicara dan masuk ke dalam goa yang kini terkenal dengan nama goa Sancang, yang terletak di Leuweung Sancang, di kabupaten Garut.
.
.
.
Epilog
Mengenai tokoh yang disebutkan sebagai Sayidina Ali dalam cerita ini, memang sedikit kontroversial. Mengingat tarikh kejadian, apakah mungkin yang dimaksud sayidina Ali disini adalah Ali Bin Abi Tholib, ataukah yang dimaksud adalah tokoh sayidina Ali yang lain, mengingat tahun kejadian yang terpaut jauh dengan masa kehidupan Ali Bin Abi Tholib.
Senin, 14 Juni 2010
Yusuf Bachtiar Gantikan Robby
Setelah mendapat jatah libur berlatih selama dua pekan, tim Persib akan kembali berlatih pada Senin (13/6) pagi. Seluruh penggawa Persib kembali melakoni latihan sebagai persiapan menghadapi pertandingan babak 8 Besar Piala Indonesia.
Pada latihan kali ini, Nova Arianto dkk akan berlatih tanpa didampingi Robby Darwis. Robby yang menangani Persib pascamundurnya Jaya Hartono, absen karena tengah mengikuti kursus lisensi kepelatihan A Nasional di Jakarta. Robby akan absen hingga 7 Juli mendatang. Tugas Robby untuk sementara akan dipegang Yusuf Bahtiar didampingi pelatih fisik Entang Hermanu, dan pelatih kiper Anwar Sanusi.
"Masih ada Yusuf yang bisa memimpin anak-anak latihan. Meskipun saya tidak ada, tetapi arahan tetap ada agar tim bisa mulai membenahi setiap kelemahan. Sekarang yang terpenting seluruh pemain bisa kembali menemukan kondisi kebugaran serta sentuhan main di lapangan," ujar Robby, Minggu (13/6).
Robby menyadari timnya dibebani target tinggi di Piala Indonesia. Setelah gagal merebut gelar juara Liga Super Indonesia 2009-2010, tim Maung Bandung memasang target juara di Piala Indonesia tahun ini.
Robby optimistis tim asuhannya mampu meraih prestasi tinggi di Piala Indonesia.
"Kita harus tetap yakin bisa berbicara banyak di ajang ini (Piala Indonesia, Red). Saya rasa semua pemain bisa diandalkan dengan catatan tidak ada lagi pemain yang kondisi fisiknya menurun," ujar pelatih yang juga lenda Persib era 80'an ini.
Hingga kini Persib belum mendapatkan kepastian siapa lawan yang bakal dihadapi di fase knock out babak 8 besar Piala Indonesia yang dijadwalkan digelar pada pertengahan Juli mendatang. PT Liga Indonesia (LI) rencananya akan menggelar undian babak 8 Besar Piala Indonesia pada 1 Juli.
Robby meminta pemain-pemain asuhannya tetap berlatih maksimal walaupun belum ada jadwal pasti. Robby juga memberi garansi, Persib siap menghadapi tim manapun pada pertandingan babak 8 Besar nanti.
http://www.persib-bandung.or.id/news?cod=2104
Pada latihan kali ini, Nova Arianto dkk akan berlatih tanpa didampingi Robby Darwis. Robby yang menangani Persib pascamundurnya Jaya Hartono, absen karena tengah mengikuti kursus lisensi kepelatihan A Nasional di Jakarta. Robby akan absen hingga 7 Juli mendatang. Tugas Robby untuk sementara akan dipegang Yusuf Bahtiar didampingi pelatih fisik Entang Hermanu, dan pelatih kiper Anwar Sanusi.
"Masih ada Yusuf yang bisa memimpin anak-anak latihan. Meskipun saya tidak ada, tetapi arahan tetap ada agar tim bisa mulai membenahi setiap kelemahan. Sekarang yang terpenting seluruh pemain bisa kembali menemukan kondisi kebugaran serta sentuhan main di lapangan," ujar Robby, Minggu (13/6).
Robby menyadari timnya dibebani target tinggi di Piala Indonesia. Setelah gagal merebut gelar juara Liga Super Indonesia 2009-2010, tim Maung Bandung memasang target juara di Piala Indonesia tahun ini.
Robby optimistis tim asuhannya mampu meraih prestasi tinggi di Piala Indonesia.
"Kita harus tetap yakin bisa berbicara banyak di ajang ini (Piala Indonesia, Red). Saya rasa semua pemain bisa diandalkan dengan catatan tidak ada lagi pemain yang kondisi fisiknya menurun," ujar pelatih yang juga lenda Persib era 80'an ini.
Hingga kini Persib belum mendapatkan kepastian siapa lawan yang bakal dihadapi di fase knock out babak 8 besar Piala Indonesia yang dijadwalkan digelar pada pertengahan Juli mendatang. PT Liga Indonesia (LI) rencananya akan menggelar undian babak 8 Besar Piala Indonesia pada 1 Juli.
Robby meminta pemain-pemain asuhannya tetap berlatih maksimal walaupun belum ada jadwal pasti. Robby juga memberi garansi, Persib siap menghadapi tim manapun pada pertandingan babak 8 Besar nanti.
http://www.persib-bandung.or.id/news?cod=2104
Rabu, 09 Juni 2010
Sejarah Persib Bandung
Sebelum bernama Persib, di Kota Bandung berdiri Bandoeng Inlandsche Voetbal Bond (BIVB) pada sekitar tahun 1923. BIVB ini merupakan salah satu organisasi perjuangan kaum nasionalis pada masa itu. Tercatat sebagai Ketua Umum BIVB adalah Mr. Syamsudin yang kemudian diteruskan oleh putra pejuang wanita Dewi Sartika, yakni R. Atot.
Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara, Jakarta.
Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (Persebaya), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis.
Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan di pinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan di pusat kota, UNI dan SIDOLIG.
Persib memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepak bola satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.
Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.
Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta.
Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.
Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, dekade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. Wali Kota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame.
Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985.
Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76. Persib juga pernah menjamu klub-klub dunia seperti AC Milan, namun sayangnya pada pertandingan yang diadakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno itu, Persib harus mengakui keunggulan AC Milan dengan skor mencengangkan 8-0. Maklum saja, karena pada waktu itu AC Milan masih dilatih oleh Fabio Capello (kini pelatih Tim Nasional Inggris) dan diantaranya diperkuat oleh pemain-pemain bintang kala itu yang namanya masih banyak dikenal sampai sekarang, seperti Franco Baresi, Ruud Gullit, Marco van Basten, dan pemain-pemain lainnya.
Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama.
Sebagai tim yang dikenal baik, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Adjat Sudradjat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nur'alim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan dan Eka Ramdani merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.
Atot ini pulalah yang tercatat sebagai Komisaris daerah Jawa Barat yang pertama. BIVB memanfaatkan lapangan Tegallega di depan tribun pacuan kuda. Tim BIVB ini beberapa kali mengadakan pertandingan diluar kota seperti Yogyakarta dan Jatinegara, Jakarta.
Pada tanggal 19 April 1930, BIVB bersama dengan VIJ Jakarta, SIVB (Persebaya), MIVB (sekarang PPSM Magelang), MVB (PSM Madiun), VVB (Persis Solo), PSM (PSIM Yogyakarta) turut membidani kelahiran PSSI dalam pertemuan yang diadakan di Societeit Hadiprojo Yogyakarta. BIVB dalam pertemuan tersebut diwakili oleh Mr. Syamsuddin. Setahun kemudian kompetisi tahunan antar kota/perserikatan diselenggarakan. BIVB berhasil masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1933 meski kalah dari VIJ Jakarta.
BIVB kemudian menghilang dan muncul dua perkumpulan lain yang juga diwarnai nasionalisme Indonesia yakni Persatuan Sepak bola Indonesia Bandung (PSIB) dan National Voetball Bond (NVB). Pada tanggal 14 Maret 1933, kedua perkumpulan itu sepakat melakukan fusi dan lahirlah perkumpulan yang bernama Persib yang kemudian memilih Anwar St. Pamoentjak sebagai Ketua Umum. Klub- klub yang bergabung kedalam Persib adalah SIAP, Soenda, Singgalang, Diana, Matahari, OVU, RAN, HBOM, JOP, MALTA, dan Merapi.
Persib kembali masuk final kompetisi perserikatan pada tahun 1934, dan kembali kalah dari VIJ Jakarta. Dua tahun kemudian Persib kembali masuk final dan menderita kekalahan dari Persis Solo. Baru pada tahun 1937, Persib berhasil menjadi juara kompetisi setelah di final membalas kekalahan atas Persis.
Di Bandung pada masa itu juga sudah berdiri perkumpulan sepak bola yang dimotori oleh orang- orang Belanda yakni Voetbal Bond Bandung & Omstreken (VBBO). Perkumpulan ini kerap memandang rendah Persib. Seolah- olah Persib merupakan perkumpulan "kelas dua". VBBO sering mengejek Persib. Maklumlah pertandingan- pertandingan yang dilangsungkan oleh Persib dilakukan di pinggiran Bandung—ketika itu—seperti Tegallega dan Ciroyom. Masyarakat pun ketika itu lebih suka menyaksikan pertandingan yang digelar VBBO. Lokasi pertandingan memang didalam Kota Bandung dan tentu dianggap lebih bergengsi, yaitu dua lapangan di pusat kota, UNI dan SIDOLIG.
Persib memenangkan "perang dingin" dan menjadi perkumpulan sepak bola satu-satunya bagi masyarakat Bandung dan sekitarnya. Klub-klub yang tadinya bernaung dibawah VBBO seperti UNI dan SIDOLIG pun bergabung dengan Persib. Bahkan VBBO (sempat berganti menjadi PSBS sebagai suatu strategi) kemudian menyerahkan pula lapangan yang biasa mereka pergunakan untuk bertanding yakni Lapangan UNI, Lapangan SIDOLIG (kini Stadion Persib), dan Lapangan SPARTA (kini Stadion Siliwangi). Situasi ini tentu saja mengukuhkan eksistensi Persib di Bandung.
Ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Kegiatan persepakbolaan yang dinaungi organisasi lam dihentikan dan organisasinya dibredel. Hal ini tidak hanya terjadi di Bandung melainkan juga di seluruh tanah air. Dengan sendirinya Persib mengalami masa vakum. Apalagi Pemerintah Kolonial Jepang pun mendirikan perkumpulan baru yang menaungi kegiatan olahraga ketika itu yakni Rengo Tai Iku Kai.
Tapi sebagai organisasi bernapaskan perjuangan, Persib tidak takluk begitu saja pada keinginan Jepang. Memang nama Persib secara resmi berganti dengan nama yang berbahasa Jepang tadi. Tapi semangat juang, tujuan dan misi Persib sebagai sarana perjuangan tidak berubah sedikitpun.
Pada masa Revolusi Fisik, setelah Indonesia merdeka, Persib kembali menunjukkan eksistensinya. Situasi dan kondisi saat itu memaksa Persib untuk tidak hanya eksis di Bandung. Melainkan tersebar di berbagai kota, sehingga ada Persib di Tasikmalaya, Persib di Sumedang, dan Persib di Yogyakarta. Pada masa itu prajurit-prajurit Siliwangi hijrah ke ibukota perjuangan Yogyakarta.
Baru tahun 1948 Persib kembali berdiri di Bandung, kota kelahiran yang kemudian membesarkannya. Rongrongan Belanda kembali datang, VBBO diupayakan hidup lagi oleh Belanda (NICA) meski dengan nama yang berbahasa Indonesia Persib sebagai bagian dari kekuatan perjuangan nasional tentu saja dengan sekuat tenaga berusaha menggagalkan upaya tersebut. Pada masa pendudukan NICA tersebut, Persib didirikan kembali atas usaha antara lain, dokter Musa, Munadi, H. Alexa, Rd. Sugeng dengan Ketua Munadi.
Perjuangan Persib rupanya berhasil, sehingga di Bandung hanya ada satu perkumpulan sepak bola yakni Persib yang dilandasi semangat nasionalisme. Untuk kepentingan pengelolaan organisasi, dekade 1950-an ini pun mencatat kejadian penting. Pada periode 1953-1957 itulah Persib mengakhiri masa pindah-pindah sekretariat. Wali Kota Bandung saat itu R. Enoch, membangun Sekretariat Persib di Cilentah. Sebelum akhirnya atas upaya R. Soendoro, Persib berhasil memiliki sekretariat Persib yang sampai sekarang berada di Jalan Gurame.
Pada masa itu, reputasi Persib sebagai salah satu jawara kompetisi perserikatan mulai dibangun. Selama kompetisi perserikatan, Persib tercatat pernah menjadi juara sebanyak empat kali yaitu pada tahun 1961, 1986, 1990, dan pada kompetisi terakhir pada tahun 1994. Selain itu Persib berhasil menjadi tim peringkat kedua pada tahun 1950, 1959, 1966, 1983, dan 1985.
Keperkasaan tim Persib yang dikomandoi Robby Darwis pada kompetisi perserikatan terakhir terus berlanjut dengan keberhasilan mereka merengkuh juara Liga Indonesia pertama pada tahun 1995. Persib yang saat itu tidak diperkuat pemain asing berhasil menembus dominasi tim tim eks galatama yang merajai babak penyisihan dan menempatkan tujuh tim di babak delapan besar. Persib akhirnya tampil menjadi juara setelah mengalahkan Petrokimia Putra melalui gol yang diciptakan oleh Sutiono Lamso pada menit ke-76. Persib juga pernah menjamu klub-klub dunia seperti AC Milan, namun sayangnya pada pertandingan yang diadakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno itu, Persib harus mengakui keunggulan AC Milan dengan skor mencengangkan 8-0. Maklum saja, karena pada waktu itu AC Milan masih dilatih oleh Fabio Capello (kini pelatih Tim Nasional Inggris) dan diantaranya diperkuat oleh pemain-pemain bintang kala itu yang namanya masih banyak dikenal sampai sekarang, seperti Franco Baresi, Ruud Gullit, Marco van Basten, dan pemain-pemain lainnya.
Sayangnya setelah juara, prestasi Persib cenderung menurun. Puncaknya terjadi saat mereka hampir saja terdegradasi ke Divisi I pada tahun 2003. Beruntung, melalui drama babak playoff, tim berkostum biru-biru ini berhasil bertahan di Divisi Utama.
Sebagai tim yang dikenal baik, Persib juga dikenal sebagai klub yang sering menjadi penyumbang pemain ke tim nasional baik yunior maupun senior. Sederet nama seperti Risnandar Soendoro, Nandar Iskandar, Adeng Hudaya, Heri Kiswanto, Adjat Sudradjat, Yusuf Bachtiar, Dadang Kurnia, Robby Darwis, Budiman, Nur'alim, Yaris Riyadi hingga generasi Erik Setiawan dan Eka Ramdani merupakan sebagian pemain timnas hasil binaan Persib.
Langganan:
Postingan (Atom)